anda perlu apa klik disini
Jumat, 22 Maret 2013
Sejarah Steven & Coconu Treez
Steven & coconut Treez adalah salah satu group band reggae Indonesia yang masih eksis dan bisa bertahan ditengah menjamurnya band band percintaan. Beranggotakan Steven*vocal yanga mantan vocalis band scope dan sempat menelurkan tiga album, A ray* gitar, Teguh*gitar, Rival*bass, Iwan*keyboard, alm Tedy*perkusi, Aci*drum maju terus bersaing di pasar tanpa ada saingan. Kehadiran Steven and The Coconut Trees ternyata mendapat sambutan positive. Maklum aja, emang enggak banyak band yang main reggae kan. Hasilnya? “Dari jualan kaset, lumayan lah, cukup buat hura-hura setahun,” ujar Steven seraya tergelak.
Steven & Coconut treez maju meneruskan perjuangan musisi pendahulunya reagge imanez, malah di album ketiga Steven mengeluarkan singgle kedua mereka lagu yang diciptakan alm Imanez “lagu santai” karna memang reagge emang terkenal buat lagu nyantai.
Di tahun kemaren band ini juga kehilangan pemain perkusi mereka tedy karena sakit paru paru yang diidapnya.
Dengan musik yang easy listening dan komposisi lirik yang merakyat yang sering didengar dalam kehidupan sehari hari band ini tetap bisa eksis diblantika musik Indonesia.
sejarah bob marley
Terlahir dengan nama Robert Nesta Marley pada Februari 1945 di St. Ann, Jamaika,
Bob Marley berayahkan seorang kulit putih dan ibu kulit hitam. Pada
tahun 1950-an Bob beserta keluarganya pindah ke ibu kota Jamaika,
Kingston. Di kota inilah obsesinya terhadap musik sebagai profesi
menemukan pelampiasan. Waktu itu Bob Marley banyak mendengarkan musik
R&B dan soul, yang kemudian hari menjadi inspirasi irama reggae,
melalui siaran radio Amerika. Selain itu di jalanan Kingston dia
menikmati hentakan irama Ska dan Steadybeat dan kemudian mencoba
memainkannya sendiri di studio-studio musik kecil di Kingston.
Bersama
Peter McIntosh dan Bunny Livingston, Bob membentuk The Wailing Wailers
yang mengeluarkan album perdana di tahun 1963 dengan hit “Simmer Down”.
Lirik lagu mereka banyak berkisah tentang “rude bwai” (rude boy),
anak-anak muda yang mencari identitas diri dengan menjadi berandalan di
jalanan Kingston. The Wailing Wailers bubar pada pertengahan 1960-an dan
sempat membuat penggagasnya patah arang hingga memutuskan untuk
berkelana di Amerika. Pada bulan April 1966 Bob kembali ke Jamaika,
bertepatan dengan kunjungan HIM Haile Selassie I —raja Ethiopia– ke
Jamaika untuk bertemu penganut Rastafari. Kharisma sang raja membawa Bob
menjadi penghayat ajaran Rastafari pada tahun 1967, dan bersama The
Wailer, band barunya yang dibentuk setahun kemudian bersama dua personil
lawas Mc Intosh dan Livingston, dia menyuarakan nilai-nilai ajaran
Rasta melalui reggae. Penganut Rastafari lantas menganggap Bob
menjalankan peran profetik sebagaimana para nabi, menyebarkan inspirasi
dan nilai Rasta melalui lagu-lagunya.
The
Wailers bubar di tahun 1971, namun Bob segera membentuk band baru
bernama Bob Marley and The Wailers. Tahun 1972 album Catch A Fire
diluncurkan. Menyusul kemudian Burning (1973–berisi hits “Get Up, Stand
Up” dan “ I Shot the Sheriff” yang dipopulerkan Eric Clapton), Natty
Dread (1975), Rastaman Vibration (1976) dan Uprising (1981) yang makin
memantapkan reggae sebagai musik mainstream dengan Bob Marley sebagai
ikonnya.
Pada tahun 1978, Bob Marley menerima Medali Perdamaian dari PBB sebagai
penghargaan atas upayanya mempromosikan perdamaian melalui lagu-lagunya.
Sayang, kanker mengakhiri hidupnya pada 11 Mei 1981 saat usia 36 tahun
di ranjang rumah sakit Miami, AS, seusai menggelar konser internasional
di Jerman. Sang Nabi kaum Rasta telah berpulang, namun inspirasi
humanistiknya tetap mengalun sepanjangja jaman.
Sejarah Tony Q Rastafara
Pria asal Semarang, kota kecil di Jawa tengah, Indonesia, terlahir dengan nama Tony Waluyo Sukmoasih. Lahir dari keluarga sederhana, bakat seni nya telah terihat sejak masa kanak-kanak terutama di dalam bidang seni lukis dan musik.Tony berkenalan dengan dunia musik melalui teman-temannya dan banyak terpengaruhi oleh jenis musik rock dan blues.
Selepas menyelesaikan pendidikannya di sekolah kejuruan tehnik (STM) Tony memutuskan untuk memulai karier bermusiknya di kota semarang sebagi pemusik jalanan sejak tahun 1980, hingga membuatnya dekat dengan kehidupan musisi jalanan kota Semarang. Di kota kelahirannya tersebut, Tony sempat membuat album kompilasi anak jalanan dengan teman-temannya dan pernah menjuarai beberapa festival musik jalanan.
Karena ingin mencoba tantangan baru dalam bermusik maka dia pun hijrah dan mencoba mengadu nasib ke Jakarta, ibukota Indonesia. Karena kehidupannya yang dekat dengan musisi jalanan, Tony pun kembali masuk ke komunitas yang sama di Jakarta. Dengan bantuan dari seorang teman yang terlebih dahulu berkecimpung di dunia musisi jalanan Jakarta, Tony pun memberanikan niatnya untuk memulai karier musik di Jakarta sebagai pengamen. Menghibur dan bermain musik dari satu tempat ke tempat lainnya di seputaran pinggiran jalan Jakarta.
Di pertengahan tahun 1984, atas anjuran seorang teman, Tony mulai berkenalan dengan musik country dan mulai mencoba memainkan jenis musik yang pada saat itu belum terlalu populer di kalangan masyarakat Indonesia karena belum banyak musisi yang memainkan genre musik tersebut. Dari eksistensinya bermain musik country, Tony mulai mendapat teman dari kalangan ekspatriat di Jakarta, salah satunya adalah teman-teman dari komunitas kedutaan amerika serikat di Jakarta. Beberapa kali Tony di undang untuk tampil di acara-acara yang diselenggarakan oleh kedutaan amerika serikat dan atas bantuan dari teman-teman di kedutaan dia berhasil mendapatkan undangan untuk bermain di salah satu festival musik country terbesar di amerika yaitu Grand Old Opree yang bertempat di Tennese Amerika Serikat. Akan tetapi dikarenakan kurang adanya dukungan secara finansial, rencana untuk tampil di festival tersebut tidak dapat terealisasikan. Sekian lama bermain musik country Tony mulai merasakan kejenuhan dan merasa bahwa kariernya di musik country tidak berkembang hingga dia memutuskan untuk keluar dari band countrynya dan mulai mencoba mencari jenis musik lain yang lebih sesuai dengan jiwanya.
Tony mulai berkenalan dengan musik reggae di awal tahun 1989, ketika ia jatuh cinta pada sosok legenda musik reggae Bob Marley. Tidak saja terinspirasi dengan musiknya, lirik-lirik lagu dalam setiap Bob Marley benar-benar mengusik naluri bermusiknya, hingga ia yakin untuk memilih berkarier di musik reggae dan mulai mencoba eksis di genre musik tersebut. Di tahun yang sama Tony membentuk band reggae pertamanya yang diberi nama “Roots Rock Reggae”. Band pertamanya tersebut mulai mengawali kariernya dengan main di pub dan cafe-cafe seputaran Jakarta memainkan lagu-lagu milik Bob Marley,Jimmy Cliff dan lain-lain dengan Tony sebagai lead vocal dan lead guitar. Di dalam perjalanannya karier musik reggae nya, Tony sempat membentuk band-band reggae lainnya, seperti “Exodus”, kemudian “Rastaman” dan pada tahun 1994 dia membentuk band yang dikemudian hari ikut membesarkan namanya di dunia musik reggae Indonesia yaitu “Rastafara”.
Dengan Rastafara, karier musik Tony mulai menanjak, dikarenakan pada masa itu sangat jarang musisi band yang memainkan genre musik reggae di jakarta, maka Rastafara cukup dikenal luas di kalangn penikmat musik reggae. Rastafara pada saat itu dianggap sebagai pelopor musik reggae Indonesia dikarenakan merupakan satu-satunya band reggae yang berani untuk membawakan lagu ciptaan sendiri dan berusaha lepas dari bayang-bayang musik reggae ala jamaika dan hampir keseluruhan lagu-lagu Rastafara di ciptakan oleh Tony.
Pada tahun 1995, atas bantuan seorang teman, Rastafara berhasil mendapatkan tawaran untuk rekaman album dari Warner Music Indonesia. Dan akhirnya album perdana bertajuk “Rambut Gimbal” di rilis pada tahun 1996. Album tersebut mendapat respon yang sangat baik, dan berhasil memberikan warna baru dalam industri musik Indonesia yang pada saat itu sedang di dominasi oleh musik Alternative Rock. Hampir semua lagu-lagu di album tersebut diciptakan sendiri oleh Tony ,lirik lagunya kebanyakan bercerita tentang tema sosial, kemanusiaan, cinta dan tema kehidupan masyarakat sehari-hari. Lagunya yang cukup populer pada masa itu adalah “Rambut Gimbal” sebuah istilah untuk style rambut Dreadlock dalam bahasa asing yang kemudian secara tidak langsung dijadikan istilah dalam bahasa Indonesia dan menjadi populer dikarenakannya lagu tersebut.
Perbedaan Rastafara pada saat itu dengan band reggae lainnya adalah karena mereka berhasil memasukan dan memadukan unsur-unsur musik tradisional dengan gaya khas Indonesia kedalam musiknya sehingga terbentuklah musik reggae ala Indonesia yang bisa terlepas dari bayang-bayang musik reggae dunia seperti Bob Marley, UB40 atau Jimmy Cliff. Penggunaan alat-alat musik tradisional seperti Kendang sunda atau Gamelan jawa juga ikut menambah warna musik Indonesia didalam lagu-lagu Rastafara. Aransemen musiknya sepintas juga terlihat mencampurkan unsur-unsur musik melayu.
Pada tahun 1997, kontrak album dengan label musik nya tidak diperpanjang dan Rastafara memutuskan untuk vakum dalam bermusik, hingga akhirnya Tony memutuskan untuk membentuk band baru dengan tetap membawa nama Rastafara.
Pada tahun 1998 terbentuklah Tony Q & New Rastafara, dengan format band additional player. Tetapi kemudian Tony memutuskan untuk bersolo karier dengan tetap membawa nama bandnya Tony Q Rastafara, yang berhasil merilis album secara independent pada tahun 2000 yaitu “Damai Dengan Cinta”. Pada album ke tiganya ini lah Tony mulai menapaki puncak kariernya dalam musik reggae di Indonesia, karena album inilah seorang Professor di bidang musik dari Amerika memberikannya referensi kepadanya untuk ikut dalam ajang Bob Marley Festival di Amerika. Pihak penyelenggara Festival menyukai lagu-lagu yang ada di album tersebut dan kemudian mengundang Tony untuk tampil diacara tersebut pada tahun 2002, tapi sayang sekali Tony beserta rombongannya tidak mendapat izin visa dari Kedutaan Amerika dikarenakan alasan keamanan terkait dengan Tragedi WTC 11 September di Amerika yang terjadi berdekatan dengan rencana keberangkatan Tony ke Amerika.
Pada tahun 2003 albumnya yang ke empat berjudul “Kronologi” di rilis, lagu pada album tersebut merupakan kumpulan dari beberapa lagu dari album-album sebelumnya dan juga beberapa lagu yang belum sempat dirilis.
Kedekatan Tony dengan aktivis LSM dan NGO seperti Green Peace, WALHI,dan lain-lain memberikannya inspirasi untuk membuat album yang mempunyai visi dan misi sosial dan kemanusian yang lebih mendalam dan berarti. Maka pada tahun 2005 lahirlah album kelimanya yang bertitel “Salam Damai” dengan membawa misi dan visi yang ingin disampaikan tentang perdamaian, dalam album ini Tony Q mencoba menggabungkan musik reggae dengan unsur musik orchestra tetapi tidak lupa memasukan unsur tradisional yang semakin kental.
Di penghujung tahun 2005, kembali atas bantuan referensi dari teman lamanya, Professor musicology dari Amerika Serikat, salah satu lagu dari album ketiganya “Damai Dengan Cinta” yaitu “Pat Gulipat” berhasil masuk dalam Album kompilasi musik dunia Putumayo World Music dengan titel “Reggae Playground” yang telah dirilis secara Internasional pada bulan Februari 2006. Sebagai satu-satunya wakil dari benua Asia hal ini juga tidak saja mengaharumkan nama Tony Q sendiri tetapi juga nama Indonesia di mata dunia dan khususnya Musik Reggae ala Indonesia juga dapat lebih dikenal secara Internasional.
Setelah sekian lama berkecimpung di dunia indie label, maka Tony pun mencoba untuk kembali merilis albumnya di major label pada tahun 2007 dengan titel “Anak Kampung”.Nuansa album ke enam nya ini masih mencoba untuk memadukan unsur musik reggae dengan tradisional indonesia dan semakin didominasi oleh lagu-lagu yang bertema sosial, membuat musiknya pun banyak digemari oleh masyarakat kelas menengah kebawah terutama mereka yang berasal dari wilayah luar Jakarta.
Basis penggemar yang semakin berkembang, Tony pun mulai mencoba memfasilitasi keinginan penggemarnya dengan membentuk fans club yang tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia hingga sampai ke negeri tetangga Singapore, Malaysia dan Australia. Pada awal tahun 2009 bertepatan dengan berlangsungnya pesta demokrasi di Indonesia yaitu pemilihan umum Presiden, Tony pun kembali merilis album ke tujuhnya secara independen dengan titel “Presiden” proses rekaman album ini pun sepenuhnya di lakukan di Sydney, Australia. Di album terbarunya tersebut Tony benar-benar ingin memberikan nuansa dan tema politik yang cukup kental demi menyambut dan menanggapi jalannya pemilihan umum Presiden Indonesia.Aransemen musiknya pun semakin bervariasi, Tony kembali bernostalgia dengan musik country, dimana ia coba memasukan unsur gitar banjo khas musik country di album tersebut.
Pada pertengahan tahun 2009, setelah melalui proses yang cukup panjang maka demo lagu yang pernah coba di tawarkan pada sebuah label world musik bernama Cumbancha dari Amerika Serikat milik mantan A&R dari label world music Putumayo, Jacob Edgar,dari Amerika Serikat sejak tahun 2008 pun akhirnya berhasil mencapai kesepakatan. Cumbancha memberikan kesempatan dan tawaran untuk merilis lagu-lagu Tony secara internasional. Album itu sendiri rencananya akan di rilis pada awal tahun 2010 secara internasional yang juga akan di edarkan di Indonesia.
Sejarah Musik Reggae
Musik Reggae
Tahun 1968 banyak disebut sebagai
tahun kelahiran musik reggae. Sebenarnya tidak ada kejadian khusus yang
menjadi penanda awal muasalnya, kecuali peralihan selera musik
masyarakat Jamaika dari Ska dan Rocsteady, yang sempat populer di
kalangan muda pada paruh awal hingga akhir tahun 1960-an, pada irama
musik baru yang bertempo lebih lambat : reggae. Boleh jadi hingar bingar
dan tempo cepat Ska dan Rocksteady kurang mengena dengan kondisi sosial
dan ekonomi di Jamaika yang sedang penuh tekanan.
Kata “reggae” diduga berasal dari
pengucapan dalam logat Afrika dari kata “ragged” (gerak kagok–seperti
hentak badan pada orang yang menari dengan iringan musik ska atau
reggae). Irama musik reggae sendiri dipengaruhi elemen musik R&B
yang lahir di New Orleans, Soul, Rock, ritmik Afro-Caribean (Calypso,
Merengue, Rhumba) dan musik rakyat Jamaika yang disebut Mento, yang kaya
dengan irama Afrika. Irama musik yang banyak dianggap menjadi pendahulu
reggae adalah Ska dan Rocksteady, bentuk interpretasi musikal R&B
yang berkembang di Jamaika yang sarat dengan pengaruh musik
Afro-Amerika. Secara teknis dan musikal banyak eksplorasi yang dilakukan
musisi Ska, diantaranya cara mengocok gitar secara terbalik
(up-strokes) , memberi tekanan nada pada nada lemah (syncopated) dan
ketukan drum multi-ritmik yang kompleks.
Teknik para musisi Ska dan
Rocsteady dalam memainkan alat musik, banyak ditirukan oleh musisi
reggae. Namun tempo musiknya jauh lebih lambat dengan dentum bas dan
rhythm guitar lebih menonjol. Karakter vokal biasanya berat dengan pola
lagu seperti pepujian (chant), yang dipengaruhi pula irama tetabuhan,
cara menyanyi dan mistik dari Rastafari. Tempo musik yang lebih lambat,
pada saatnya mendukung penyampaian pesan melalui lirik lagu yang terkait
dengan tradisi religi Rastafari dan permasalahan sosial politik
humanistik dan universal.
Album “Catch A Fire” (1972) yang
diluncurkan Bob Marley and The Wailers dengan cepat melambungkan reggae
hingga ke luar Jamaika. Kepopuleran reggae di Amerika Serikat ditunjang
pula oleh film The Harder They Come (1973) dan dimainkannya irama reggae
oleh para pemusik kulit putih seperti Eric Clapton, Paul Simon, Lee
‘Scratch’ Perry dan UB40. Irama reggae pun kemudian mempengaruhi
aliran-aliran musik pada dekade setelahnya, sebut saja varian reggae hip
hop, reggae rock, blues, dan sebagainya.
Jamaika
Akar musikal reggae terkait erat
dengan tanah yang melahirkannya: Jamaika. Saat ditemukan oleh Columbus
pada abad ke-15, Jamaika adalah sebuah pulau yang dihuni oleh suku
Indian Arawak. Nama Jamaika sendiri berasal dari kosa kata Arawak
“xaymaca” yang berarti “pulau hutan dan air”. Kolonialisme Spanyol dan
Inggris pada abad ke-16 memunahkan suku Arawak, yang kemudian digantikan
oleh ribuan budak belian berkulit hitam dari daratan Afrika.
Budak-budak tersebut dipekerjakan pada industri gula dan perkebunan yang
bertebaran di sana. Sejarah kelam penindasan antar manusia pun dimulai
dan berlangsung hingga lebih dari dua abad. Baru pada tahun 1838 praktek
perbudakan dihapus, yang diikuti pula dengan melesunya perdagangan gula
dunia.
Di tengah kerja berat dan ancaman
penindasan, kaum budak Afrika memelihara keterikatan pada tanah
kelahiran mereka dengan mempertahankan tradisi. Mereka mengisahkan
kehidupan di Afrika dengan nyanyian (chant) dan bebunyian (drumming)
sederhana. Interaksi dengan kaum majikan yang berasal dari Eropa pun
membekaskan produk silang budaya yang akhirnya menjadi tradisi folk asli
Jamaika. Bila komunitas kulit hitam di Amerika atau Eropa dengan cepat
luntur identitas Afrika mereka, sebaliknya komunitas kulit hitam Jamaika
masih merasakan kedekatan dengan tanah leluhur.
Musik reggae sendiri pada awalnya
lahir dari jalanan Getho (perkampungan kaum rastafaria) di Kingson ibu
kota Jamaika. Inilah yang menyebabkan gaya rambut gimbal menghiasi para
musisi reggae awal dan lirik-lirik lagu reggae sarat dengan muatan
ajaran rastafari yakni kebebasan, perdamaian, dan keindahan alam, serta
gaya hidup bohemian. Masuknya reggae sebagai salah satu unsur musik
dunia yang juga mempengaruhi banyak musisi dunia lainnya, otomatis
mengakibatkan aliran musik satu ini menjadi barang konsumsi publik
dunia. Maka, gaya rambut gimbal atau dreadlock serta lirik-lirik ‘rasta’
dalam lagunya pun menjadi konsumsi publik. Dalam kata lain, dreadlock
dan ajaran rasta telah menjadi produksi pop, menjadi budaya pop, seiring
berkembangnya musik reggae sebagai sebuah musik pop.
Musik reggae, sebutan rastaman,
telah menjadi satu bentuk subkultur baru di negeri ini, di mana
dengannya anak muda menentukan dan menggolongkan dirinya. Di sini, musik
reggae menjadi penting sebagai sebuah selera, dan rastaman menjadi
sebuah identitas komunal kelompok social tertentu. Tinggal bagaimana
para pengamat social dan juga para anggota komunitas itu memahami diri
dan kultur yang dipilihnya, agar tidak terjadi penafsiran keliru yang
berbahaya bagi mereka. Penggunaan ganja adalah salah satu contohnya, di
mana reggae tidak identik dengan ganja serta rastafarianisme pun
bukanlah sebuah komunitas para penghisap ganja.
Sebuah lagu dari “Peter Tosh”
(nama aslinya Peter McIntosh), pentolan The Wairles yang akhirnya
bersolo karier. Dalam lagu ini, Peter Tosh menyatakan dukungannya dan
tuntutannya untuk melegalkan ganja. Karena lagu ini, ia sempat ditangkap
dan disiksa polisi Jamaika.
Menurut sejarah Jamaica, budak
yang membawa drum dari Africa disebut “Burru” yang jadi bagian aransemen
lagu yang disebut “talking drums” (drum yang bicara) yang asli dari
Africa Barat. “Jonkanoo” adalah musik budaya campuran Afrika, Eropa dan
Jamaika yang terdiri dari permainan drum, rattle (alat musik berderik)
dan conch tiup. Acara ini muncul saat natal dilengkapi penari topeng.
Jonkanoos pada awalnya adalah tarian para petani, yang belakangan baru
disadari bahwa sebenarnya mereka berkomunikasi dengan drum dan conch
itu. Tahun berikutnya, Calypso dari Trinidad & Tobago datang membawa
Samba yang berasal dari Amerika Tengah dan diperkenalkan ke orang -
orang Jamaika untuk membentuk sebuah campuran baru yang disebut Mento.
Mento sendiri adalah musik sederhana dengan lirik lucu diiringi gitar,
banjo, tambourine, shaker, scraper dan rumba atau kotak bass. Bentuk ini
kemudian populer pada tahun 20 dan 30an dan merupakan bentuk musik
Jamaika pertama yang menarik perhatian seluruh pulaunya. Saat ini Mento
masih bisa dinikmati sajian turisme. SKA yang sudah muncul pada tahun 40
- 50an sebenarnya disebutkan oleh History of Jamaican Music,
dipengaruhi oleh Swing, Rythym & Blues dari Amrik. SKA sebenarnya
adalah suara big band dengan aransemen horn (alat tiup), piano, dan
ketukan cepat “bop”. Ska kemudian dengan mudah beralih dan menghasilkan
bentuk tarian “skankin” pad awal 60an. Bintang Jamaica awal antara lain
Byron Lee and the Dragonaires yang dibentuk pada 1956 yang kemudian
dianggap sebagai pencipta “ska”. Perkembangan Ska yang kemudian
melambatkan temponya pada pertengahan 60an memunculkan “Rock Steady”
yang punta tune bass berat dan dipopulerkan oleh Leroy Sibbles dari
group Heptones dan menjadi musik dance Jamaika pertama di 60an.
“Reggae & Rasta”
Bob Marley tentunya adalah bimtang
musik “dunia ketiga” pertama yang jadi penyanyi group Bob Marley &
The Wailers dan berhasil memperkenalkan reggae lebih universal. Meskipun
demikian, reggae dianggap banyak orang sebagai peninggalan King of
Reggae Music, Hon. Robert Nesta Marley. Ditambah lagi dengan hadirnya
“The Harder they Come” pada tahun 1973, Reggae tambah dikenal banyak
orang. Meninggalnya Bob Marley kemudian memang membawa kesedihan besar
buat dunia, namun penerusnya seperti Freddie McGregor, Dennis Brown,
Garnett Silk, Marcia Fiffths dan Rita Marley serta beberapa kerabat
keluarga Marley bermunculan. Rasta adalah jelas pembentuk musik Reggae
yang dijadikan senjata oleh Bob Marley untuk menyebarkan Rasta keseluruh
dunia. Musik yang luar biasa ini tumbuh dari ska yang menjadi elemen
style American R&B dan Carribean. Beberapa pendapat menyatakan juga
ada pengaruh : folk music, musik gereja Pocomania, Band jonkanoo,
upacara - upacara petani, lagu kerja tanam, dan bentuk mento. Nyahbingi
adalah bentuk musik paling alami yang sering dimainkan pada saat
pertemuan - pertemuan Rasta, menggunakan 3 drum tangan (bass, funde dan
repeater : contoh ada di Mystic Revelation of Rastafari). Akar reggae
sendiri selalu menyelami tema penderitaan buruh paksa (ghetto dweller),
budak di Babylon, Haile Selassie (semacam manusia dewa) dan harapan
kembalinya Afrika. Setelah Jamaica merdeka 1962, buruknya perkembangan
pemerintahan dan pergerakan Black Power di US kemudian mendorong
bangkitnya Rasta. Berbagai kejadian monumentalpun terjadi seiring
perkembangan ini.
“Apa sih Reggae”
Reggae sendiri adalah kombinasi
dari iringan tradisional Afrika, Amerika dan Blues serta folk (lagu
rakyat) Jamaika. Gaya sintesis ini jelas menunjukkan keaslian Jamaika
dan memasukkan ketukan putus - putus tersendiri, strumming gitar ke arah
atas, pola vokal yang ‘berkotbah’ dan lirik yang masih seputar tradisi
religius Rastafari. Meski banyak keuntungan komersial yang sudah didapat
dari reggae, Babylon (Jamaika), pemerintah yang ketat seringkali
dianggap membatasi gerak namun bukan aspek politis Rastafarinya.
“Reg-ay” bisa dibilang muncul dari anggapan bahwa reggae adalah style
musik Jamaika yang berdasar musik soul Amerika namun dengan ritem yang
‘dibalik’ dan jalinan bass yang menonjol. Tema yang diangkat emang
sering sekitar Rastafari, protes politik, dan rudie (pahlawan hooligan).
Bentuk yang ada sebelumnya (ska & rocksteady) kelihatan lebih kuat
pengaruh musik Afrika - Amerika-nya walaupun permainan gitarnya juga
mengisi ‘lubang - lubang’ iringan yang kosong serta drum yang kompleks.
Di Reggae kontemporer, permainan drum diambil dari ritual Rastafarian
yang cenderung mistis dan sakral, karena itu temponya akan lebih kalem
dan bertitik berat pada masalah sosial, politik serta pesan manusiawi.
“Tidak asli Jamaika”
Reggae memang adalah musik unik
bagi Jamaika, ironisnya akarnya berasal dari New Orleans R&B. Nenek
moyang terdekatnya, ska berasal berasal dari New Orleans R&B yang
didengar para musisi Jamaika dari siaran radio Amrik lewat radio
transistor mereka. Dengan berpedoman pada iringan gitar pas - pasan dan
putus - putusadalah interprestasi mereka akan R&B dan mampu jadi
populer di tahun 60an. Selanjutnya semasa musim panas yang terik,
merekapun kepanasan kalo musti mainin ska plus tarinya, hasilnya lagunya
diperlambat dan lahirlah Reggae. Sejak itu, Reggae terbukti bisa jadi
sekuat Blues dan memiliki kekuatan interprestasi yang juga bisa meminjam
dari Rocksteady (dulu) dan bahkan musik Rock (sekarang). Musik Afrika
pada dasarnya ada di kehidupan sehari-hari, baik itu di jalan, bus,
tempat umum, tempat kerja ato rumah yang jadi semacam semangat saat
kondisi sulit dan mampu memberikan kekuatan dan pesan tersendiri.
Hasilnya, Reggae musik bukan cuma memberikan relaksasi, tapi juga
membawa pesan cinta, damai, kesatuan dan keseimbangan serta mampu
mengendurkan ketegangan.
“It’s Influences”
Saat rekaman Jamaika telah
tersebar ke seluruh dunia, sulit rasanya menyebutkan berapa banyak genre
musik popular sebesar Reggae selama dua dekade. Hits - hits Reggae
bahkan kemudian telah dikuasai oleh bintang Rock asli mulai Eric Clapton
sampai Stones hingga Clash dan Fugees. Disamping itu, Reggae juga
dianggap banyak mempengaruhi pesona tari dunia tersendiri. Budaya
‘Dancehall’ Jamaika yang menonjol plus sound system megawatt, rekaman
yang eksklusif, iringan drum dan bass, dan lantunan rap dengan
iringannya telah menjadi budaya tari dan tampilan yang luar
biasa.Inovasi Reggae lainnya adalah Dub remix yang sudah diasimilasi
menjadi musik populer lainnya lebih luas lagi.
Langganan:
Postingan (Atom)